Rabu, 26 Mei 2010

KAJIAN FIQH DA’WAH

بسم الله الرحمن الرحيم

AKHLAQ DA’IE *)
Oleh :
Muzayyin Abdul Wahab

Muqaddimah

Ad-Da’wah Ilallah (mengajak manusia ke jalan Allah, al-Islam) sesungguhnya merupakan perkerjaan yang amat mulia, pekerjaan para rasul, yang kemudian diwarisi oleh dan menjadi kewajiban bagi para pengikut setianya.
siapakah yang lebih baik perkataannya dibanding dengan orang yang mengajak ke (jalan) Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: "Sesungguhnya aku Termasuk orang-orang yang menyerah diri (muslim)?" (QS : Fushilat/ 41: 33)
Dia telah mensyari'atkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa Yaitu: Tegakkanlah dien dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya. Amat berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu seru mereka kepadanya. Allah menarik kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (agama)-Nya orang yang kembali (kepada-Nya). (QS : Asy-Syuraa/42 : 13)

Secara sosiologis da’wah sebenarnya merupakan rekayasa sosial (social enginering) yang bertujuan merubah masyarakat dari satu keadaan menuju keadaan yang lebih baik dalam takaran norma-norma al-Islam.

Sosok diri seorang pembawa risalah da’wah (da’ie), karenanya, menjadi unsur yang amat penting dalam proses rekayasa sosial ini. Apakah ia akan menjadi uswah hasanah mengikuti jejak Rasululullah Saw, atau justru menjadi uswah sayyiah, mengambil keteladan yang menyimpang dari Rasulullah Saw. (Tafsir Kalam Al-Manan, Juz 6 hal. 208, oleh Asy-Syeikh Abdurrahman As-Sa’dy).

Seorang da’i yang tidak bisa menjadi uswah hasanah dalam bahasa Al-Imam Ibnul Qayyim disebut sebagai Ulama Su’ (ulama jahat), yang beliau lukiskan dampak negatifnya sebagai berikut :

"عُلَمَاءُ السُّوْءِ جَلَسُوْا عَلَى بَابِ الجَنَّةِ، يَدْعُو اِلَيْهَا النَّاسَ بِأَقْوَالِهِمْ، وَيَدْعُونَهُمْ اِلَى النَّارِ بِأَفْعَالِهِمْ. كُلَّمَا قَالَتْ أَقْوَالُهُمْ لِلنَّاسِ: هَلُمُّوا، قَالَتْ أَقْوَالُهُمْ : لَا تَسْمَعُوْا مِنْهُمْ. فَلَوْ كَانَ مَا دُعُوا اِلَيهِ حَقًّا لَكَانُوْا أَوَّلَ المُسْتَجِيبِينَ لَهُ. فَهُمْ فِي الصُّورَةِ أَدِلَّاءُ وَفِي الحَقِيقَةِ قُطَّاعُ الطُّرُقِ" كِتَابُ الفَوَائِدِ ص : 61
Ulama Su’.. ia duduk di hadapan pintu gerbang surga, mengajak manusia (yang lain) kepadanya, dengan ucapan-ucapan mereka, tetapi dalam waktu yang sama mengajak manusia ke neraka dengan perbuatan-perbuatan mereka. Maka, setiap kali ucapan ulama suu itu mengatakan : marilah kalian ke jalan yang benar; setiap itu pula perbuatan mereka sendiri mengatakan : Jangan dengar omongan mereka, sebab kalau memang apa yang mereka katakan itu benar, niscaya mereka sendirilah yang pertama kali menyambut dan mengamalkannya. Orang-orang seperti ini secara lahiriyah nampak sebagai pembimbing, tetapi secara haqiqi mereka adalah penghadang di tengah jalan” (Kitab Al-Fawaid hal. 16)

AL-QUDWAH AL HASANAH SEBAGAI INTI AKHLAK DA’I DAN URGENSINYA

Pekerjaan da’wah sebenarnya tidak sebatas memindahkan ilmu atau pengetahuan tentang Al-Islam kepada orang lain. Tetapi lebih dari itu, da’wah adalah memindahkan nilai (Al Qiyam Al-Islamiyah), memindahkan ruh dan semangat (Arr-u wa Al Hamasah Al Islamiyah), memindahkan perilaku (As Suluk Al-Islamy), memindahkan sikap (Al Mauqif al Islamy), memindahkan penampilan (As-Sima Al Islamy) dan memindahkan pengalaman-pengalaman (At-Tajarib Al-Islamiyah), yang secara akumulasi akan merupakan gerakan pengentasan masyarakat manusia dari jahiliyah kepada Al-Islam.
Rasulullah saw sebagaimana dinyatakan dalam AlQur’an adalah sebagai uswah hasanah (qudwah hasanah) bagi setiap muslim dan terlebih bagi setiap da’i.
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah. (QS. Al Ahzab/33:21)

Akhlak beliau dilukiskan oleh Ummul Mu’minin ’Aisyah binti Abu Bakar ra, ketika seorang shahabat bertanya kepadanya, sebagai berikut :
كَانَ خُلُقُهُ القُرآن (مسلم)
“Adalah akhlaq Rasulullah itu Al Qur’an (Muslim)

Artinya, nilai-nilai yang terkandung dalam Al Qur’anul Karim itu diterapkan secara nyata dalam kehidupan Rasulullah saw. Hidup beliau adalah cermin nyata bagi pelaksanaan ajaran Al-Qur’an. Rasulullah saw adalah The Living Qur’an, Al Qur’an yang hidup, yang berjalan. Karenanya Allah swt. Memuji Rasulullah saw dengan firmanNya :
dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.(QS. Al Qalam/68:4)

Ada beberapa alasan kenapa al uswah al hasanah atau al qudwah al hasanah itu menjadi sangat penting dalam dunia da’wah, yaitu :

1. Perilaku Islami yang nyata memberikan citra positif terhadap ajaran Islam, menumbuhkan rasa simpati, respek dan kecintaan kepada ajaran Islam itu sendiri.
2. Contoh yang konkrit dari kehidupan yang Islami bisa meyakinkan orang bahwa ajaran Al Islam itu layak diterapkan, bukan sekedar norma-norma khayali (verbalistik)
3. Kemampuan orang perorang dalam memahami da’wah bi lisan al maqal (bahasa ucapan) amat beragam, tetapi dalam memahami da’wah bilisan al hal (bahasa perbuatan) relatif sama.
4. Pengamatan yang jeli dari jama’ah (al mad’u, obyek da’wah) terhadap da’i, yang diikuti dengan penilaian kritis. Karena seorang da’i adalah publik figur, yang segala gerak-geriknya mendapat perhatian yang seksama dari orang lain.

Urgensi al qudwah al hasanah sebagaimana disebutkan di atas semakin bisa dirasakan kalau dilihat bahwa sasaran risalah nabi Muhammad saw itu adalah untuk mencapai ”makarim al akhlak”, akhlak yang mulia. Sabda Rasulullah saw dalam hal ini :

إِنَّمَا بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ مَكَارِمَ الْأَخْلَاقِ - وفي رواية : صَالِحَ الْأَخْلَاقِ- ( رواه أحمد والبيهقي)
“Sesungguhnya aku ini diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia” (HR. Ahmad dan Al-Baihaqi)

Sasaran risalah Nabi Muhammad saw ini dicapai melalui kewajiban-kewajiban dalam al Islam. Artinya, setiap pelaksanaan kewajiban al Islam memiliki kolerasi positif dengan proses pencapaian al akhlaq al karimah, baik shalat, shaum, zakat, haji maupun kewajiban-kewajiban yang lainnya.

Karenanya, seseorang yang memiliki al-akhlaq al-karimah akan mendapatkan peluang kebahagiaan duduk bersama Rasulullah saw di hari qiyamah. Sabda Nabi saw:

إِنَّ مِنْ أَحَبِّكُمْ إِلَيَّ وَأَقْرَبِكُمْ مِنِّي مَجْلِسًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَحَاسِنَكُمْ أَخْلَاقًا وَإِنَّ أَبْغَضَكُمْ إِلَيَّ وَأَبْعَدَكُمْ مِنِّي مَجْلِسًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ الثَّرْثَارُونَ وَالْمُتَشَدِّقُونَ وَالْمُتَفَيْهِقُونَ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ قَدْ عَلِمْنَا الثَّرْثَارُونَ وَالْمُتَشَدِّقُونَ فَمَا الْمُتَفَيْهِقُونَ قَالَ الْمُتَكَبِّرُونَ. (روه الترمذي)
“Sesungguhnya termasuk orang yang amat aku cintai dan orang yang amat dekat duduknya denganku di hari qiyamat nanti adalah orang yang paling bak akhlaknya di antara kamu sekalian. Dan orang yang amat aku benci dan amat jauh duduknya dariku nanti di hari qiyamat adalah at-tsartsarun (orang yang terlalu banyak bicara tapi hampir tak pernah berbuat, al-mutasyaddiqun (Orang yang amat egoistis) dan al-mutafaihiqun, bertanya para sahabat, wahai Rasulullah kami telah mengetahui at-tsartsarun dan al-mutasyaddiqun, lalu apa yang dimaksud dengan al-mutafaihiqun? Beliau bersabda : orang yang amat sombong.” (HR. Tirmidzi)





KHATIMAH

Menyadari betapa pentingnya al-akhlaq al-karimah dan secara lebih khusus al-qudwah al-hasanah bagi kehidupan seorang da’i dalam mencapai sasaran-sasaran da’wahnya, marilah kita perhatikan dialog imaginer dalam kehidupan neraka ,tetapi pasti terjadinya! Karena ini adalah sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi Wa Sallam yang diriwayatkan oleh Al-Imam Al-Bukhary dari Usamah bin Zaid. Dan hendaknya ini menjadi peringatan dini bagi kita semua, terutama bagi para da’i dan calon-calon da’i – sebagaimana yang disabdakan Rasulullah saw sebagai berikut :

يُؤْتَى بِالرَّجُلِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَيُلْقَى فِي النَّارِ فَتَنْدَلِقُ أَقْتَابُ بَطْنِهِ فَيَدُورُ بِهَا كَمَا يَدُورُ الْحِمَارُ بِالرَّحَى فَيَجْتَمِعُ إِلَيْهِ أَهْلُ النَّارِ فَيَقُولُونَ يَا فُلَانُ مَا لَكَ أَلَمْ تَكُنْ تَأْمُرُ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَى عَنْ الْمُنْكَرِ فَيَقُولُ بَلَى قَدْ كُنْتُ آمُرُ بِالْمَعْرُوفِ وَلَا آتِيهِ وَأَنْهَى عَنْ الْمُنْكَرِ وَآتِيهِ . (رواه البخاري)
“Pada hari kiamat, seseorang dibawa lantas dihempaskan ke dalam neraka, maka keluarlah isi perutnya. Ia berkeliling di neraka seperti keledai mengitari poros mesin (mesin giling) maka berkumpullah padanya penghuni neraka yang lain, lantas bertanya : wahai fulan apa yang terjadi pada diri anda ? bukankah tadinya andalah yang mengajak kami kepada yang ma’ruf dan mencegah kami dari yang mungkar ? orang itu menjawab pasrah : Ia, memang semula aku mengajak kalian kepada yang ma’ruf tetapi terus terang aku tidak pernah mengerjakannya. Dan aku mencegah kalian dari perbuatan mungkar, tetapi terus terang aku sendiri melakukannya. (HR. Bukhari)


Lebih dari itu, Allah Swt berfirman :
2. Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan?
3. Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan. (QS. Ash-Shaff/61:2-3)


Akan tetapi kalau seorang da’i ikhlas, shiddiq, istiqamah, tafaul, sabar dan iltizam dengan nilai-nilai yang diajarkannya, dan orang mendapatkan hidayah Allah karena da’wahnya itu, sungguh amat besar yang dijanjikan oleh Rasulullah saw.

فَوَاللَّهِ لَأَنْ يَهْدِيَ اللَّهُ بِكَ رَجُلًا وَاحِدًا خَيْرٌ لَكَ مِنْ أَنْ يَكُونَ لَكَ حُمْرُ النَّعَمِ (رواه البخاري)
Demi Allah, seseorang mendapat hidayah Allah disebabkan da’wah yang kamu sampaikan itu, bagi kamu lebih baik dari anda memiliki onta merah atau kendaraan pilihan.
(HR. Al Bukhary)

Wallahu a’lam bi al-shawab




Disampaikan Pada Pelatihan Da’wah Untuk Orang Sakit, 10-11 Mei 2008
di Gedung Menara Da’wah Dewan Da’wah

Disampaikan pada Daurah Al-Aimmah Wal Khuthaba’, 18 Mei 2008 di Masjid Al-Bahr Pusdiklat Dewan Da’wah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar